I’m With You [Chapter 9]

9

—Love, Kiss and Our Feeling—

 

Fei keluar dari kamar dan hendak melangkah menuju ruang tengah, namun langkahnya langsung terhenti ketika melihat Chansung sedang berbicara dengan Jiyeon di depan pintu kamar gadis itu. Mereka terlihat serius, dahinya berkerut karena kedua orang itu semakin berani menunjukkan hubungan mereka. Ia memalingkan wajah dan berjalan pergi seperti tak melihat apa pun saat Jiyeon memandang kearahnya.

Jiyeon tertegun melihat Fei pergi, “Oppa, Fei eonni melihat kita..” bisiknya.

Chansung memandang ke belakang dan melihat Fei melangkah pergi, lalu kembali menatap Jiyeon. “Jangan katakan apa pun padanya, arasso?”

“Tapi oppa..”

“Jangan katakan apa pun!” tegas Chansung, lalu melangkah pergi.

Jiyeon menghela nafas dalam dan hanya memandangi Chansung pergi.

Fei masuk ke ruang tengah dan bergabung bersama yang lainnya.

“Apa mereka sudah memberikan kepastian?” tanya Narsha pada Seungho.

“Mereka berkata tidak bisa jika hari ini, paling lambat besok..” jawab Seungho kesal.

“Mwo? Ya sudah, kita jual ke orang lain saja..” ucap Nickhun santai.

“Ne, itu ide yang sangat bagus..” ucap Joon setuju.

“Tapi orang itu meminta kita bersabar karena orang yang ingin membeli itu sangat menginginkan kedua benda tersebut, bahkan bersedia melipat gandakan harganya..” ucap Seungho.

Semuanya menatap Seungho kaget, “Mwo?!! Jinja?!” seru mereka tak percaya.

“Ne.. kurasa lebih baik kita menunggu selama beberapa hari..” ujar Seungho.

“Keure, jika memang begitu.. Aku setuju..” ucap Narsha senang.

“Membicarakan apa sih?” tanya Jiyeon sambil menghampiri teman-temannya.

“Kita akan menjual piala dan tiara itu dengan harga dua kali lipat!” ucap Joon senang.

“Wuaa! Jinja?!” tanya Jiyeon bersemangat.

“Ne..” ucap Joon.

“Oh ya, aku baru ingat. Apa kalian tau? Kemarin pemilik tiara yang meletakkannya di museum mati dibunuh..” ucap Nickhun memberitau.

“Omo! Dia bunuh juga?” tanya Narsha kaget.

“Mwo?!” ucap Fei kaget.

“Ne…” jawab Nickhun sambil mengangguk, “Hiii.. apa ini tentang kutukan dua benda itu ya?” ucapnya bergidik.

“Aissh.. jangan bercanda..” ucap Narsha sebal.

“Hmm.. sepertinya mereka memiliki musuh yang mengerikan..” ucap Seungho menyimpulkan.

Namun Fei tidak lagi mendengarkan teman-temannya, ia telah hanyut dengan pemikirannya sendiri.

“Noona, kau tidak perlu khawatir lagi. mereka tidak mungkin menemukan kita..”

Fei mengingat ucapan Chansung dan ekspresi pria itu kemarin. ‘Apakah mungkin…’ Batinnya menebak-nebak ragu. Ia bergerak bangkit dan melangkah ke kamar, tapi Chansung tidak disana. Ia langsung melangkah menuju tangga besi yang mengarah ke atap tempat biasa pria itu menyendiri.

Chansung menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka dan melihat Fei muncul.

Fei memanjat naik, lalu menutup pintu lagi agar tak ada yang mendengar mereka dan menghampiri Chansung, “Chansung, kawat yang mana yang membuat tanganmu terluka seperti ini?” Tanyanya langsung.

Chansung tertegun mendengar pertanyaan Fei, lalu bergerak bangkit. “Mmm.. Aku sudah menyingkirkannya..” Jawabnya memberi alasan.

Fei menatap kedua mata Chansung, namun pria itu sangat mahir menyembunyikan kebohongan. “Kau terluka karena kawat atau karena membunuh seseorang, Hwang Chansung?” Tanyanya serius.

Chansung diam sejenak mendengar pertanyaan Fei. Tak lama bibirnya membentuk senyuman dan menatap gadis itu lucu, “Noona, apa yang kau bicarakan?”

“Jawab aku Chansung.. Apa kau membunuh psikolog Kim dan pemilik Tiara itu?” Tanya Fei lagi.

Chansung tertawa kecil, “Noona, kenapa kau mencurigaiku?” Tanyanya lucu.

Fei menatap kedua mata Chansung dalam, satu tangannya terangkat dan memegang tangan pria itu. “Chansung, apa kau melakukannya?” Tanyanya pelan.

Tawa Chansung hilang perlahan dan menatap Fei dalam, “Noona, kenapa kau memikirkan mereka? Mereka bukan siapa-siapa kan?”

“Chansung…” Pinta Fei agar Chansung jujur.

Chansung mengelus rambut Fei dan menatap kedua mata gadis itu sambil memajukan wajahnya hingga jarak mereka sangat dekat sekarang. “Kau percaya padaku?”

Fei tertegun mendengar pertanyaan Chansung.

Satu tangan Chansung yang lain ikut memegang sisi kepala Fei yang lain, “Kau percaya padaku kan?”

Fei tidak tau apa yang harus ia katakan, namun hatinya sepenuhnya percaya pada Chansung.

“Noona..” Pinta Chansung.

Satu tangan Fei terangkat dan memegang pipi Chansung, lalu mengangguk pelan. “Ne, aku percaya padamu..”

Chansung lega mendengar ucapan Fei dan tersenyum. Kepalanya bergerak maju sedikit dan menyentuh bibir gadis itu dengan bibirnya lembut.

Fei merasakan jantungnya berdebar dan spontan memejamkan matanya. Sebelumnya ciuman Chansung terasa mengejutkan, namun kali ini terasa sangat lembut. Kedua tangannya bergerak ke leher pria itu dan membiarkan perasaan aneh di dadanya menguap dalam ciuman itu.

Tiba-tiba tetesan air mulai berjatuhan dari langit yang tampak menghitam. Membuat Fei dan Chansung terkejut.

“Oh! Hujan!” Seru Fei kaget, lalu berlari bersama Chansung menuju pintu.

Chansung tertawa sambil menutup pintu di atas kepalanya.

Fei memandang Chansung bingung, “Kenapa kau tertawa? Kita basah kuyup..” Ucapnya menahan tawa.

Chansung tetap tertawa dan mengelus rambut Fei lembut, “Ini lucu karena kau dan aku basah saat berciuman..” Candanya.

Wajah Fei berubah merah dan memalingkan wajahnya malu, “Kau ini.. Ayo, nanti kita terkena flu..” Ucapnya sambil melangkah menuju kamar.

Chansung menahan tawa dan mengikuti Fei.

Chansung yang sudah berbaring di sofa membuka matanya dan melirik Fei yang terlelap di tempat tidur. Bibirnya membentuk senyuman. Dirinya maupun gadis itu masih tak mengerti arti ciuman tadi, tapi mereka mengerti bahwa mereka bukan sekedar dua manusia yang tinggal bersama sekarang. Ia memejamkan mata dan mulai terlelap.

-Chansung’s POV-

Seluruh tubuhku gemetaran, ada beberapa pria yang menerobos masuk ke rumahku. Salah seorangnya membawa pistol besar yang bisa memuntahkan banyak peluru. Mereka telah menghabisi keluarga Wang yang tinggal di rumah yang berdempetan dengan rumahku. Aku tidak tau apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa bersembunyi di bawah meja dan meringkuk disana dengan harapan seseorang akan menolongku.

“Chansung-a..”

Kepalaku menoleh dan melihat ibuku menyeret dirinya di lantai. Seluruh tubuhnya terlihat di penuhi darah.

“Chansung….” panggil ibuku sambil menyeret tubuhnya kearahku.

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!

Aku terkejut mendengar rentetan senjata itu lagi. Mataku melotot melihat tubuh ibuku terhentak beberapa kali dan tak bergerak lagi. Darahnya bermuncratan kemana-mana. Bahkan ke wajahku. Seluruh tubuhku kaku dan tak berhenti gemetaran. Saat aku ingin berteriak memanggil ibuku, seseorang menutup mulutku dari belakang. Aku terkejut dan menoleh ngeri kebelakang.

“Ssshh..” bisik seorang gadis dari keluarga Wang yang lebih tua dariku. Sepertinya dia juga berhasil menyelamatkan dirinya.

Kami tertegun ketiga mendengar langkah kaki mendekat. Ia memelukku erat dan memejamkan mata ketakutan. Aku juga tak bisa melakukan apa pun selain memeluk tubuhnya. Jika aku akan di bunuh juga, paling tidak kami masih hidup hingga detik ini. Jadi tidak masalah.

“Kau menemukan anak perempuan itu?”

Aku dan gadis itu berhenti bernafas karena mendengar suara pria itu sangat dekat dengan kami.

“Aku tidak tau dimana dia.. Kupikir kau sudah menemukannya..” ucap suara pria lainnya.

“Ya.. jangan pikirkan anak itu. Kita sudah mendapatkan semuanya. Ayo pergi..” ucap pria lain yang berjarak agak jauh.

“Tidak! Kita harus mendapatkannya! Dia aset terbesar ayahnya..” ucap pria pertama.

Aku benar-benar tak mengerti. Anak perempuan mana? Apakah gadis yang bersamaku ini? Aku memandangnya yang terlihat ketakutan.

“Ayo kita cari!!” ucap pria kedua dan mereka berpencar.

Gadis itu memandangku, “Apa yang harus kita lakukan?” bisiknya.

“Kita harus pergi dari sini..” ucapku memberi usul.

“Bagaimana? Mereka mencari kita dan membawa senjata..” ucap gadis itu lagi.

“Kita berlari ke pintu bawah tanah, dari sana ada lorong menuju kebun keluargaku..” ucapku memberitaunya.

Gadis itu mengangguk, lalu melepaskan pelukannya dan menggenggam tanganku. Ia mengintip kebawah alas meja untuk memastikan tidak ada siapa pun disana, lalu memandangku. “Tetap genggam tanganku dan berlari sekencang yang kau bisa..” bisiknya.

Aku mengangguk mengerti.

Gadis itu menghela nafas dalam, lalu merangkak keluar dengan hati-hati dan berlari sambil menarikku ke pintu bawah tanah di dapur.

“ITU DIA!!!” teriak seorang pria di ruangan lain, namun kami tak berhenti. Tapi secara mengejutkan, salah seorang pria muncul di hadapan kami. Kami tercekat dan berhenti kaget.

“Kyaaaaa!!!” Teriak gadis itu karena satu pria tadi mencengkeram lengannya dari belakang.

“Noona!! Andwae!! Lepaskan!!” Teriakku sambil memukuli pria tadi.

“Aissh!! Jangan ikut campur!!” Seru pria yang satunya sambil menendangku hingga terjungkal.

“Aaaaarrggh!!” Erangku sambil memegang dada, ketika aku mengangkat kepala, mataku melotot melihat mereka membawa gadis itu pergi. “Andwae!! Noona!!! Andwae!!” Teriakku.

-Chansung’s POV end-

Fei tersentak dari tidurnya dan langsung menghampiri Chansung yang berteriak histeris dalam tidurnya, “Chansung!! Chansung!! Bangun!” Serunya sambil mengguncang tubuh pria itu.

Baju Chansung terlihat basah dan keringat bercucuran di wajahnya. Ia tersentak dan langsung melotot menatap Fei dengan wajah shock. Juga nafasnya terengah-engah seperti baru saja berlari hingga nafasnya terasa sesak.

Fei menatap kedua mata Chansung cemas sambil memegang kedua pipi pria itu, “Chansung-a…”

Chansung tidak tau mengapa ia merasa ketakutan dan gemetaran hebat meskipun ia tau kejadian yang dialaminya tadi hanya mimpi. Bulir air matanya berjatuhan begitu saja, kedua tangannya memegang kedua lengan Fei. “Noona..” Ucapnya dengan nada bergetar.

Fei terkejut merasakan kedua tangan Chansung bergetar hebat, “Chansung-a, waekeure? Semua itu hanya mimpi..” Ucapnya sambil menyeka air mata Chansung.

Chansung tak bisa menahan rasa takutnya dan langsung memeluk Fei, membenamkan wajahnya di dada gadis itu sambil terus menangis. “Mianeyo noona..” Tangisnya.

Fei tak pernah melihat Chansung hingga menangis tersedu-sedu seperti ini. Ia memeluk kepala pria itu sambil mengelus rambutnya lembut, “Ssssh.. Gwenchana.. Gwenchana..” Bisiknya. Namun mendengar pria itu menangis tersedu-sedu dan terus meminta maaf membuat hatinya tersentuh, bulir air matanya ikut berjatuhan.

“Mianeyo noona.. Aku tidak bisa melakukan apa pun.. Aku takut.. Miane noona..” Tangis Chansung.

“Aniya.. Gwenchana Chansung..” Ucap Fei menenangkan.

Sementara itu, penghuni rumah yang terkejut mendengar teriakan Chansung tadi sudah berkumpul di depan pintu sambil memperhatikan kedua orang itu.

Satu jam kemudian.

Fei memandangi Chansung yang sudah tenang di pangkuannya sambil mengelus rambut pria itu pelan. Pria itu berbaring miring ke arahnya.

“Hmm.. Noona..” Gumam Chansung dan mempererat pelukannya di pinggang Fei.

Fei mengelus rambut Chansung dan mengelus pipi pria itu. Ia mengangkat wajahnya ketika mendengar seseorang masuk.

Narsha menghampiri Fei dengan secangkir teh hangat dan duduk di hadapan gadis itu, “Apa dia baik-baik saja?” Tanyanya sambil memberikan cangkir teh tadi.

Fei tersenyum tipis ketika menerima cangkir tadi, “Gumawoyo eonni..” Ucapnya, lalu memandang Chansung. “Mmm.. Dia sudah tenang sekarang..”

Narsha memandang Chansung khawatir, “Dia berteriak keras sekali, bahkan dari kamarku terdengar jelas..”

Fei memandang Narsha menyesal, “Cesongeo, eonni.. Dia sampai membangunkan seluruh orang di rumah..”

“Ne.. Melihat Chansung tadi, kurasa dia sangat terpukul..” Ucap Narsha.

Fei meminum teh di cangkir sedikit, lalu meletakkannya ke meja. “Aku tidak tau kenapa dia bisa seperti tadi, ini pertama kalinya terjadi eonni.. Biasanya setelah terbangun dia akan berhenti ketakutan, tapi tadi tidak..”

Narsha menghela nafas, “Apa tidak sebaiknya kau membawanya ke psikiater atau dokter?”

Fei diam sejenak dan memandang Chansung yang sudah kembali terlelap di pangkuannya. “Mmm.. Ne..” Ucapnya.

Ruang Makan.

Karena Fei tidak bisa menyiapkan sarapan, Jiyeon dan Narsha menyiapkan semuanya.

“Fei eonni pasti lelah, Chansung oppa terkadang bertingkah seperti anak kecil..” Ucap Jiyeon prihatin.

“Itu bukan bertingkah seperti anak kecil, Jiyeon. Jika seseorang mendapatkan trauma, dia akan sulit mengendalikan dirinya. Itu sama seperti memiliki masalah kejiwaan..” Ucap Seungho menjelaskan.

Jiyeon mengangguk mengerti sambil mengunyah makanan di mulutnya.

Narsha menyadari ekspresi Nickhun terlihat kosong dan tak bersemangat, “Nickhun..” Panggilnya.

Nickhun memandang Narsha, “Ne?”

Narsha mengerutkan dahi, “Waekeure?”

Ssemuanya ikut memandang Nickhun.

Nickhun tertegun menjadi pusat perhatian, lalu tersenyum. “Aniya, aku hanya kurang tidur saja. Setelah mendengar teriakan Chansung aku jadi tidak bisa tidur semalam..” Jawabnya.

Joon yang duduk di sebelah Nickhun menatap pria itu curiga, “Jangan coba-coba memikirkan Fei-ku! Arassi?!” Tegasnya.

Nickhun mengerutkan dahi menatap Joon, “Ya.. Pagi-pagi sudah ingin membuat keributan?”

“Sudah.. Untuk apa kalian memperebutkan Fei, dia pasti lebih memilih Nickhun daripada kau..” Ledek Seungho.

Joon menatap Seungho tak percaya, “Hyung!”

Semuanya tertawa lucu.

“Oppa, Fei eonni tidak menyukaimu. Sadarlah..” Ucap Jiyeon dan tertawa.

Joon cemberut dan melanjutkan makannya tanpa berkomentar lagi.

“Ya.. Kalian jangan terlalu meremehkan Joon, dia berusaha dengan keras..” Ucap Narsha membela.

Joon kembali tersenyum lebar mendengar ucapan Narsha, “Noona yang paling mengerti aku..” Ucapnya senang.

“Ne, tapi kau juga harus tau kapan harus berhenti..” Ucap Narsha dan semuanya mulai tertawa lagi.

Joon kembali cemberut, “Aissh.. Aku tidak akan berhenti hingga aku mati!” Ucapnya penuh semangat.

“Ne.. Ne.. Kau akan bunuh diri saat aku menikahi Fei..” Canda Nickhun.

Joon menatap Nickhun tajam. Membuat semuanya tertawa terbahak-bahak.

Jiyeon menyadari Fei melangkah masuk dan memperhatikan mereka bingung, “Oh.. Eonni..” Panggilnya.

Semuanya memandang kearah Fei.

“Sepertinya kalian membicarakanku..” Ucap Fei dengan senyuman cerahnya.

Joon kembali ceria dan bangkit, “Ayo duduk..” Ucapnya sambil menarik kursi di sebelahnya.

Fei melangkah ke sebelah Joon dan duduk.

“Fei, bagaimana Chansung? Apa yang dia mimpikan semalam? Kenapa teriakannya keras sekali?” Tanya Seungho terdengar khawatir.

Fei tersenyum menyesal, “Cesongeo oppa..” Ucapnya menyesal, “Mmm.. Chansung selalu memimpikan kejadian yang sama. Saat keluarga kami terbunuh.. Hanya saja, setiap mimpi itu berakhir semakin mengerikan akhir-akhir ini. Karena itu dia selalu shock ketika terbangun.” Ceritanya. Yang lain mengangguk mengerti.

“Lalu, apa yang dia mimpikan semalam? Baru kali ini aku mendengar teriakannya sangat jelas. Dia berteriak ‘noona.. Noona’ kan?” Tanya Nickhun.

Fei mengangguk, “Ne..”

“Kenapa dia menganggil ‘noona’? Dia memimpikanmu? Atau ada noona-nya yang lain?” Tanya Narsha.

“Mmm.. Saat itu kami berhasil melarikan diri. Tapi di mimpi Chansung semalam aku juga terbunuh..” Jawab Fei pelan.

“Ohh.. Pantas saja..” Ucap Seungho mengerti.

Fei terkejut ketika tiba-tiba Joon memegang tangannya dan menatapnya dalam.

“Tenang saja, aku akan melindungimu apa pun yang terjadi..” Ucap Joon sepenuh hati.

Hening…

Fei menatap Joon tak percaya, “Pffff…” Tawanya hampir pecah karena ucapan pria itu. Begitu juga dengan yang lain.

“Aissh.. Aku serius..” Ucap Joon sebal.

Fei menarik tangannya, “Ne.. Ne.. Arasso..” Ucapnya sambil menahan tawa.

“Apa Chansung sudah baik-baik saja sekarang?” Tanya Seungho ingin tau.

Fei memandang leader mereka serius, “Mmm.. Begini oppa, kurasa aku harus membawa Chansung menenangkan diri dulu. Mmmm.. Minggu depan adalah peringatan kematian keluarga kami..” Ucapnya.

“Ne? Minggu depan? Hmm.. Keure.. Kalian bisa pergi menenangkan diri..” Ucap Seungho.

“Aku akan ikut! Aku tidak mungkin membiarkanmu sendiri..” Ucap Joon serius.

“Aissh! Oppa! Jangan ganggu dulu!” Ucap Jiyeon sebal, “Lalu eonni, kalian akan pergi kemana?”

“Mmm.. Aku tidak bisa mengatakannya. Tempat ini hanya Chansung dan aku yang tau..” Jawab Fei menyesal.

Nickhun menatap Fei serius, “Kau akan kembali kan?”

Semuanya tertegun karena keseriusan ekspresi Nickhun, terutama Fei.

Joon langsung memalingkan wajah Fei dan Nickhun sambil mendorong wajah pria itu menjauh. “Tentu saja dia akan kembali..” Ucapnya sebal dan memandang Fei sambil tersenyum, “Benar kan?”

Fei tertawa kecil karena tingkah Joon, “Keurom, aku akan kembali..”

 

<<Back           Next>>


7 tanggapan untuk “I’m With You [Chapter 9]”

  1. Wahh.. Fei ama Chansung kisseu! >< penasaran ama pembunuh keluarga mereka, dan knp Fei disebut aset plg berharga?
    hmmm next~~

  2. Next yaa unn! Cepaaaaaaatttttt!! Penasaran! Apa sebenarnya yang dipengenin pembunuh itu?! Warga cina yang pen ngambil piala itu, punya hubungan keluarga kah sama fei? Apa pengaruh piala nya? Trus apa maksud putri ling itu? Fei putri ling nya? Apasih? Cepatan unn! Sekali terbit, langsung 10 chapter unn!

  3. Unn! Keluarin hari ini aja unn. Penasaraan sumfeeeeeeehhhhh!!!
    Ayoo unn, hari ini keluarin next chapter sampe ending nyaaaaaaaa

  4. Truss unn. Jangan sinickhun uda tau semua nyaa? Kalo yang membunuh itu si chansung? Apasih, penasaraan. Buruaaaaannnn!!

Tinggalkan komentar