• The Song I Wrote About You

    The Song I Wrote About You

    Part One : Why Don’t You Stay?

    Part Two : I’ll Name This Song After You

    Part Three : Let’s Just Stay Right Here

    Part Four : Felt Like Where I Belong

    Part Five : Hold You Tight in This Night

  • The Song I Wrote About You : Part One

    The Song I Wrote About You : Part One

    05 —Why Don’t You Stay?—

    Jeff yang sedang bermain gitar di meja belajar menoleh ke ponsel yang berbunyi di meja, ia mengambil benda itu dan menjawab panggilan. “What’s up, bro..” sapanya.

    “Yoo Jeff!! Kau melakukan apa saja ketika libur?” Tanya Jaeyoung di seberang.

    “Bermain musik.” Jawab Jeff santai.

    “Musisi hebat..” ledek Jaeyoung.

    Jeff melirik ponsel sebal, “Ada apa? Kau menghubungiku bukan untuk membahas ini saja kan?”

    “Soho ada kegiatan amal akhir pekan ini, kau bisa datang dan membantu? Mmm.. mungkin bisa menyumbangkan beberapa lagu untuk menghibur..” ucap Jaeyoung menyampaikan maksudnya.

    Jeff berpikir sejenak, “Kegiatan amal seperti apa?” Tanyanya.

    “Soho dan teman-temannya menyediakan makanan gratis untuk para tunawisma, kau tau? Udara sudah semakin dingin, mereka pasti butuh makanan dan minuman hangat.” Jelas Jaeyoung.

    Jeff diam sejenak, matanya melirik Kwan yang sedang tidur siang. “Kalian butuh bantuan tenaga? Boleh aku mengajak teman sekamarku?”

    “Hm? Tentu saja.” Jawab Jaeyoung.

    Seulas Jeff membentuk senyuman, “Oke..” jawabnya setuju.

    Akhir pekan.

    Jaeyoung memperhatikan Jeff yang sedang bernyanyi, menghibur para tunawisma yang menikmati makanan hangat mereka. Matanya teralih pada Kwan yang ikut membantu memberikan makanan pada para tunawisma yang datang.

    Soho, pria campuran Korea-Jepang, menghampiri Jaeyoung dan memeluk pria itu dari belakang sembari memperhatikan kedua arah yang sama. “Aku yakin sekali, ada sesuatu diantara mereka berdua.” 

    Mata Jaeyoung menyipit, “Aku juga merasa seperti itu.”

    Soho memandang Jaeyoung, “Tapi Jeff bukan gay kan?”

    Jaeyoung menghela nafas dalam, matanya memperhatikan Kwan lagi. “Bukan.” Jawabnya tanpa ragu, “Tapi… sepertinya ada sesuatu dengan anak itu.”

    Mata Soho menyipit, tangannya mendorong pipi Jaeyoung ke arah wajahnya. “Siapa yang mengijinkanmu menatap pria lain?” Tanyanya.

    Jaeyoung cengengesan, “Maaf.. aku hanya berpikir.” Candanya.

    “Ck…” Soho berdecak sebal.

    Jaeyoung mengecup pipi Soho gemas, “Ayo.. lanjutkan lagi…” ia menahan tangan pria itu di pinggangnya dan membawanya pergi.

    Setelah kegiatan selesai.

    Soho dan Jaeyoung duduk di hadapan Kwan dan Jeff, mereka makan malam bersama para relawan yang membantu kegiatan amal mereka. 

    Jeff membalik daging di panggangan, lalu mengambil sepotong daging yang sudah matang dan meletakkannya ke piring Kwan. 

    Kwan menuangkan air ke gelas dan meletakkannya ke depan Jeff. 

    Mata Jaeyoung dan Soho menyipit memperhatikan kedua pria di depan mereka. 

    Toilet.

    Jaeyoung menghampiri Jeff di wastafel, “Jeff, boleh aku bertanya padamu..”

    Jeff memandang Jaeyoung heran mendengar keseriusan di nada bicaranya. “Ada apa?”

    “Lagumu itu…” Jaeyoung memulai, “Apakah tentang Kim Kwan?” Tebaknya.

    Jeff terpaku mendengar pertanyaan itu.

    Jaeyoung menghela nafas dalam karena sudah mendapat jawaban dari ekspresi Jeff. 

    Jeff memandang ke bawah.

    “Sejak kapan?” Tanya Jaeyoung.

    Jeff menjilat bibir bawahnya, “Aku tidak selingkuh dari Sungah, oke?” Ia menegaskan.

    “Hei.. hei…” Jaeyoung memegang lengan Jeff, “Aku tidak sedang menghakimimu tentang apapun sekarang.” Jelasnya.

    Jeff terdiam menatap Jaeyoung.

    “Oke?” Ucap Jaeyoung menenangkan, “Kau dan Kim Kwan… sejak kapan ada sesuatu diantara kalian?”

    Jeff menghela nafas dalam, “Aku tidak tau.”

    Jaeyoung mengangguk mengerti, ia menyandarkan pinggulnya ke meja wastafel dan melipat kedua tangan di dada. “Kalian… berkencan atau bagaimana sekarang?”

    Jeff menyandarkan pinggulnya ke meja wastafel juga dan menopang tubuhnya ke belakang. Kepalanya menggeleng pelan, “Aku tidak tau apakah dia…” ia memandang ke bawah.

    Jaeyoung tersenyum lucu, “Jika dia tidak peduli padamu, dia tidak akan datang kemari.” Jelasnya.

    Jeff memandang Jaeyoung, tampak ragu untuk berbicara. “Benarkah gay tidak menular?” Tanyanya.

    “Pffft..” Jaeyoung menahan tawa mendengar ucapan Jeff, “Kau berteman denganku hampir 10 tahun, sama sekali tidak terpengaruh..” ucapnya lucu, “Dan baru beberapa bulan sekamar dengan Kim Kwan, kau terpengaruh?”

    Jeff mengerutkan dahi menatap Jaeyoung, “Bagaimana kau tau dia gay?”

    Jaeyoung menatap Jeff lucu, “Semua gay itu punya radar mereka sendiri.” Jawabnya, “Sejak pertama kali melihatnya muncul tadi pagi, aku sudah langsung tau dia gay.”

    Jeff mengelus pundaknya canggung, “Tapi aku bukan gay.”

    Jaeyoung mengangguk mengerti, “Tapi perasaanmu bukan tentang kau gay atau tidak.” Jelasnya.

    Jeff memandang Jaeyoung tak mengerti.

    “Jeff, aku sudah menjadi gay sejak lama. Kau berteman denganku, menghiburku ketika aku putus cinta.” Ia menahan tawa, “Kau tidak pernah tertarik dengan pria karena itu.” Jelasnya, “Bukan berarti sekarang kau tertarik pada seorang pria, itu berarti gay seseorang menular padamu.” Lanjutnya, “Itu berarti kau tertarik pada ‘orang’ itu, bukan kelaminnya.”

    Jeff diam mencerna ucapan Jaeyoung.

    “Kau mengerti?” Ucap Jaeyoung lagi.

    Bibir Jeff membentuk senyuman tipis mendengar itu.

    “Aku bisa melihatnya, Kim Kwan… dia sangat spesial, kan? Bahkan caranya berbicara denganmu sangat manis.” Ucap Jaeyoung menggoda.

    Jeff memalingkan wajahnya malu, “Hmmm..” gumamnya membenarkan.

    Jaeyoung tertawa kecil dan menyikut Jeff lucu.

    “Hentikan..” Jeff mendorong tangan Jaeyoung menjauh.

    +++

    “Soho dan Jaeyoung terlihat sangat manis satu sama lain..” Kwan tidak bisa berhenti membahas tentang kedua pasangan itu bahkan setelah bersiap untuk tidur.

    Jeff menahan senyuman memperhatikan ekspresi Kwan, ia menaikkan kakinya ke kasur dan menyelimuti tubuhnya. “Kau senang hari ini?”

    Kwan memandang Jeff dengan senyuman lebar di wajahnya, kepalanya mengangguk membenarkan.

    Jeff tidak bisa menahan senyuman karena ekspresi Kwan.

    Kwan menyelimuti tubuhnya dengan selimut dan berbaring di bantal.

    Jeff memiringkan tubuh, menyandarkan sikunya untuk memandang wajah Kwan.

    Kwan memutar tubuhnya ke arah Jeff, “Penampilanmu hari ini keren sekali.” Pujinya.

    Jeff manyun, “Kupikir kau tidak sempat memperhatikanku karena terlalu mengagumi Jaeyoung dan pacarnya.” Ledeknya. 

    Kwan tersenyum malu, “Apa maksudmu? Aku kan kesana untuk menyaksikan penampilanmu…”

    Jeff memalingkan wajah sebal, “Hmmm… tapi yang kau bahas mereka terus.” 

    Kwan tertawa kecil, “Hei… mereka kan benar-benar sangat baik padaku tadi..” ucapnya sembari menoel pinggang Jeff dengan ujung jarinya.

    “Jadi aku tidak baik padamu tadi?” Balas Jeff pura-pura sebal.

    “Jeff…” pinta Kwan sembari menggelitik pinggang Jeff.

    “Kwan! Hei!! Hahahaa!” Jeff membalas menggelitik pinggang Kwan.

    “Jeff! Hahahaa!!” Kwan kalah tenaga dari Jeff, ia menggeliat geli dan berusaha mendorong bahu pria itu. 

    Jeff tertawa senang melihat Kwan tertawa geli, namun sedetik kemudian ia terpaku menyadari wajahnya sangat dekat dengan pria itu.

    Kwan berhenti tertawa menyadari wajah mereka terlalu dekat dan tatapan Jeff seperti menghipnotisnya.

    “Kwan, boleh aku menciummu?” Tanya Jeff.

    Kwan diam sesaat, matanya berkedip-kedip gugup. “Ya..” jawabnya pelan.

    Jeff menghela nafas dalam, membuka sedikit bibirnya dan memajukan wajahnya mendekati wajah Kwan.

    Kwan memejamkan mata, bibirnya terbuka sedikit ketika merasakan bibir Jeff menyentuh bibirnya. 

    Jeff menarik wajahnya sedikit dan menatap Kwan lekat.

    Kwan membuka matanya dan menatap Jeff.

    Jeff menatap kedua mata Kwan dalam, “Kwan…”

    Tangan Kwan naik ke pundak Jeff dan menariknya turun ke wajahnya.

    Jeff mendapatkan jawaban yang dari pertanyaan yang belum ia tanyakan, kepalanya berat ke satu sisi dan mencium bibir Kwan lebih dalam.

    Kwan membalas ciuman Jeff sepenuh hatinya.

    ==Why Don’t You Stay? END==

  • The Song I Wrote About You : Part One

    The Song I Wrote About You : Part One

    04 —Why Don’t You Stay?—

    Jaeyoung melipat kedua tangannya di dada mendengarkan lagu yang digumamkan Jeff ketika bersiap untuk penampilan terakhir mereka.

    Jeff merapikan bajunya di depan cermin dan memastikan penampilannya lagi.

    Jaeyoung mendekati Jeff untuk mendengarkan lebih jelas.

    Jeff menatap Jaeyoung aneh, “Ada apa?”

    Jaeyoung menatap Jeff aneh juga, “There is a new girl?” Tanyanya.

    Jeff mengerutkan dahi, “Apa maksudmu?”

    “Lagumu..” ucap Jaeyoung memberitau.

    Jeff semakin bingung, “Ada apa dengan laguku?”

    Jaeyoung menatap Jeff tak mengerti, “Seperti aku tidak mengenalmu saja..” ucapnya aneh.

    Jeff kembali memandang cermin dan merapikan rambutnya, “Kau berbicara apa sih?” 

    “Selama hampir tiga tahun lagu yang kau tulis hanya tentang Sungah..” ucap Jaeyoung, “Aku tidak mendengar lagu yang ini tentang Sungah..”

    Jeff tertegun mendengar itu dan kembali memandang Jaeyoung.

    Jaeyoung menatap Jeff selidik, “Jadi…siapa orang di balik lagumu itu?”

    Jeff diam sejenak, lalu matanya menyipit. “Kau benar-benar…”

    Jaeyoung tersenyum penuh kemenangan, “Benar kan?”

    Jeff tersenyum lucu, “Sejelas itu?”

    Jaeyoung mengangguk membenarkan, “Awalnya aku mengira lagu ini untuk Sungah, kau ingin memintanya tetap berada disisimu.” Ucapnya, “Tapi ketika mendengarnya lagi, aku tidak merasakan lagu ini seperti lagu patah hati.” Ia menatap Jeff yakin, “Ini lagu tentang jatuh cinta..”

    Jeff memandang ke bawah dengan senyuman mengembang di bibirnya.

    Pertunjukan dimulai.

    Kwan duduk diantara penonton di pertunjukkan khusus milik fakultas musik. Itu pertunjukkan yang selalu mereka adakan setahun sekali untuk menampilkan tugas akhir mereka. Ia mulai antusias melihat Jeff memasuki panggung bersama gitarnya.

    Jeff duduk di kursi dan menempatkan gitarnya dengan nyaman di pangkuannya, juga memposisikan mic tepat di depan wajahnya. “Selamat sore..” sapanya, ia tersenyum mendengar jawaban penonton. “Umm.. aku sedikit gugup hari ini, semoga suaraku tidak bergetar atau salah kunci..” candanya.

    Kwan tertawa kecil bersama penonton lain.

    “Lagu yang akan kubawakan, berjudul ‘Why Don’t You Stay?’..” lanjut Jeff, ia mulai memetik gitarnya.

    Kwan tersenyum mendengarkan suara merdu Jeff, lirik menyentuh tentang seseorang yang merasa kehilangan arah dan terluka, setelah bertemu seseorang ia mulai mendapat ketenangan dan ingin tetap berada bersama orang itu agar ia merasa lebih baik. Kwan bertepuk tangan bersama para penonton lain begitu penampilan Jeff selesai. Ia bergerak bangkit dan menuju belakang panggung untuk menemui Jeff.

    Belakang panggung.

    Kwan berjalan memasuki sebuah pintu dengan senyuman di wajahnya, namun ia berhenti dan kembali ke belakang dinding melihat Jeff sedang berbicara dengan seorang wanita.

    Jeff berdiri canggung di depan Sungah.

    Sungah menatap Jeff lekat, “Kau berkata aku selingkuh? Coba apa yang kudengar sekarang?”

    Jeff menghembuskan nafas panjang, “Sungah… bisakah kau tidak mengomel? Kita sudah putus..” ucapnya pelan.

    Sungah menatap Jeff tak mengerti, “Jeff.. kita baru saja berpisah, bahkan belum sebulan.” Jelasnya, “Untuk siapa lagu ini? Kau yakin aku yang selingkuh?”

    Jeff memalingkan wajahnya kesal, lalu kembali menatap gadis itu. “Apa itu penting sekarang?!” Tanyanya.

    Sungah tertegun mendengar nada bicara Jeff yang meninggi.

    Jeff merasa bersalah sendiri karena tatapan Sungah, “Sungah… diantara kita sudah berakhir…” ucapnya pelan.

    Kedua mata Sungah mulai digenangi air, “Apa semudah itu menggantikan aku dengan orang lain?” Tanyanya dengan suara bergetar, tangannya terulur ke tangan Jeff, “Jeff…” pintanya.

    Jeff menyadari dirinya sangat lemah dengan air mata Sungah, ia menghela nafas dalam dan mengelus tangan gadis itu di tangannya.

    Sungah mulai terisak dan menyandarkan dahinya ke dada Jeff.

    Kwan mengintip ke balik dinding, ia menghela nafas dalam dan berbalik pergi.

    +++

    Jeff memasuki kamar asrama hampir tengah malam, ia membawa tas gitarnya di punggung. Tangannya berpegangan pada pintu karena alkohol terlalu menguasainya. 

    Kwan yang sudah berbaring di tempat tidur bergerak duduk melihat Jeff masuk, “Jeff?” Ia menyibak selimut dan turun dari tempat tidur. Ia menghampiri pria itu dan memeganginya yang terhuyung.

    Jeff berpegangan pada Kwan, ia mengerjapkan matanya dan menggelengkan kepala, lalu memandang pria disisinya. “Hmm… Kim Kwan.” Ucapnya pelan.

    “Hmmm… kau mabuk..” ucap Kwan, ia membantu Jeff melepaskan tas gitar di punggungnya, lalu meletakkannya ke bawah.

    “Hmmm..” Jeff memeluk pinggang Kwan dan menyandarkan dahi ke bahu pria itu yang lebih pendek dari tubuhnya sedikit.

    “Hati-hati…” Kwan memegangi tubuh Jeff dan membawa pria itu ke tempat tidur, lalu membantunya berbaring.

    Jeff menelungkup ke kasur, membenarkan wajahnya ke bantal.

    Kwan menghembuskan nafas panjang, lalu menarik baju luar Jeff.

    “Hmmm…” Jeff membiarkan Kwan menarik baju luarnya, lalu memutar tubuhnya berbaring dengan punggungnya. 

    Kwan tersenyum gemas, lalu membungkuk dan menaikkan kaki Jeff ke atas tempat tidur, juga melepaskan sepatu pria itu. 

    Jeff menggeliat sedikit, tangannya melepaskan resleting celana jeans dengan mata terpejam. “Hmmm…” gumamnya dan berusaha melepaskan celana jeansnya, meninggalkan boxer-nya di bagian bawah tubuhnya.

    Kwan membantu Jeff melepaskan celana jeans dari kedua kaki pria itu. 

    Jeff menghela nafas lega begitu kedua kakinya terasa lebih nyaman dan mulai terlelap.

    Kwan merapikan celana dan baju luar Jeff dan memasukkannya ke keranjang cucian. Ia masuk ke kamar mandi, lalu keluar dengan handuk kecil dan air di dalam baskom. Ia duduk di pinggir tempat tidur dan mulai mengelap wajah pria itu, leher dan kulit tubuh pria itu dari bawah baju kaus.

    Keesokan harinya.

    Jeff terbangun dari tidurnya setelah minum obat, matanya terbuka sedikit. Ia merasakan elusan di dahinya, pandangannya lebih jelas dan sepasang mata menyambutnya. 

    Kwan tersenyum hangat, punggungnya tersandar ke bantal di kepala tempat tidur. Jeff membaringkan kepala ke pangkuannya, jari-jarinya mengelus dahi pria itu lembut. Juga menyisir rambut pria itu dengan jari-jarinya pelan. “Kepalamu masih sakit?”

    Jeff tersenyum dan menggeleng pelan, tangannya menarik tangan Kwan dari kepala ke dadanya. “Aku tidur nyenyak sekali.” Ucapnya pelan.

    “Tadi malam kau minum banyak sekali ya?” Tanya Kwan.

    Jeff mengerutkan hidungnya, “Semua orang merayakan pertunjukkan kami, aku hanya terbawa suasana saja..”

    Kwan diam sejenak, “Kau keren sekali kemarin.” Pujinya.

    “Kemarin? Kau datang ke pertunjukkan?” Tanya Jeff.

    Kwan mengangguk dan tersenyum lebar, “Ya…”

    Jeff terlihat bingung, “Kenapa tidak menemuiku?” Tanyanya.

    Kwan tampak ragu sejenak, “Mmm.. aku… sudah ke belakang panggung, tapi kau sedang berbicara dengan seseorang. Jadi aku pergi..” jawabnya.

    Jefff diam sejenak, “Maksudmu Sungah?”

    “Mungkin…” jawab Kwan tidak yakin, matanya bergerak ke samping. 

    Jeff menghela nafas dalam, lalu bergerak duduk perlahan. Ia berhenti dulu ketika Kwan meletakkan bantal ke kepala tempat tidur untuknya bersandar, matanya bergerak ke pria itu.

    Kwan memandang Jeff seperti mempersilahkan pria itu bersandar.

    Jeff menghela nafas dalam, lalu menyandarkan punggungnya dengan nyaman.

    Kwan merapikan selimut yang menutupi tubuh bagian bawah Jeff.

    Jeff memperhatikan tangan Kwan, lalu memandang pria itu dalam. “Aku dan Sungah sudah berakhir..” ucapnya memberitau.

    Kwan tertegun mendengar ucapan Jeff.

    Jeff menghela nafas dalam, tangannya terulur memegang tangan Kwan. “Kami tidak akan kembali bersama lagi..”

    Kwan diam dulu, perlahan bibirnya membentuk senyuman. “Hmm…” gumamnya mengerti.

    Jeff tersenyum tipis, lalu membaringkan kepalanya lagi ke pangkuan Kwan. “Aku akan tidur lagi.” Ucapnya.

    Kwan tertawa kecil sembari mengelus kepala Jeff, “Kau tidak lapar?”

    Jeff memejamkan matanya dengan nyaman, “Tidak…” jawabnya, seulas senyum muncul di bibirnya.

    Kwan tersenyum memperhatikan Jeff tidur, tangannya mengelus rambut pria itu lembut.

  • The Song I Wrote About You : Part One

    The Song I Wrote About You : Part One

    03 —Why Don’t You Stay?—

    “Aku tidak mengerti denganmu akhir-akhir ini..” ucap Sungah dengan kedua tangan terlipat di dada.

    Jeff menghela nafas dalam dan memandang Sungah, “Apa lagi? Kenapa kau selalu mengomel tentang semua hal akhir-akhir ini?”

    Sungah menatap Jeff tak mengerti, “Kau tidak menyadari apa yang kau lakukan akhir-akhir ini salah?”

    Jeff menghela nafas dalam, “Aku ada kelas..” ia bergerak bangkit dan membawa tas gitarnya meninggalkan Sungah.

    Sungah menatap Jeff pergi tak mengerti.

    Kelas.

    Jaeyoung menatap Jeff heran, “Kenapa lagi?”

    Jeff mengelus tengkuknya, “Sungah mengomel lagi..”

    Jaeyoung menatap Jeff aneh, “Sebenarnya apa sih yang kau pertahankan?”

    Jeff hanya diam mendengar pertanyaan itu.

    “Hanya karena hubungan kalian sudah berjalan hampir tiga tahun bukan berarti kau harus mempertahankannya.” Ucap Jaeyoung.

    Jeff menatap Jaeyoung sebal, “Hmmm… hubunganmu berjalan baik ha?” Ledeknya.

    Jaeyoung menahan senyuman, “Jangan mengalihkan pembicaraan, sialan.”

    Jeff menahan tawa.

    “Oh ya… lalu bagaimana dengan teman sekamarmu itu? Dia sudah baik-baik saja?” Tanya Jaeyoung ingin tau.

    “Ya… aku memintanya untuk tidak berkeliaran terlalu sering selain ke kampus.” Jawab Jeff, lalu memajukan tubuhnya ke arah Jaeyoung. “Memangnya kegiatan seks sesama pria memang kasar hingga tubuhmu di penuhi memar?” Bisiknya ingin tau.

    Jaeyoung menyipitkan mata menatap Jeff, “Kau pernah membuat tubuh pasanganmu memar?”

    Jeff berpikir sejenak, lalu menggeleng.

    “Aku juga tidak..” jawab Jaeyoung, “Tubuhku tidak pernah memar karena pasanganku.”

    Jeff menghela nafas dalam, “Berarti memang pria itu saja yang brengsek..” gumamnya sendiri. 

    Jaeyoung menatap Jeff aneh.

    +++

    Jeff keluar dari kamar mandi dan berjalan ke lemari pakaiannya, ia berhenti melihat Kwan merapikan tempat tidur mereka yang berdampingan.

    Kwan menyadari Jeff memperhatikannya, bibirnya membentuk senyuman malu. “Oh maaf… aku juga merapikan tempat tidurku. Jadi…”

    Jeff tersenyum tipis, “Kenapa meminta maaf? Aku justru khawatir kau meminta bayaran.” Candanya.

    Kwan tersenyum lucu, “Kau membuatku bisa tidur nyaman, ini bukan apa-apa.” Ucapnya sendiri, lau menyelesaikan kegiatannya.

    Jeff diam sejenak mendengar ucapan itu, perlahan ia menghampiri lemari untuk berpakaian. Namun matanya kembali melirik ke arah Kwan. Pria itu tersenyum sembari merapikan tempat tidur, bibirnya ikut membentuk senyuman dan memilih pakaiannya.

    Beberapa saat kemudian.

    Kwan yang sudah berada di bawah selimut menoleh mendengar Jeff masuk, “Semuanya baik-baik saja?” Tanyanya.

    Jeff menyibak selimut dan naik tempat tidur, “Hanya…” ia menghembuskan nafas panjang, lalu tersenyum tipis, “Hanya pertengkaran biasa.”

    Kwan menatap Jeff prihatin, tangannya terulur ke punggung tangan pria itu diatas selimut.

    Jeff memandang tangan Kwan di tangannya, lalu memandang pria itu.

    “Kau baik-baik saja?” Tanya Kwan hati-hati.

    Jeff diam sejenak, kesedihan terpancar dalam tatapannya. Kepalanya menggeleng pelan.

    Kwan merentangkan kedua tangannya pada Jeff, menawarkan pelukan hangat.

    Jeff menahan senyuman, ia menggeser tubuhnya sedikit ke arah Kwan dan menyandarkan kepalanya ke dada pria itu.

    Kwan memeluk Jeff dan mengelus belakang kepala pria itu lembut, “Tidak apa-apa, paling tidak kau tidak sendirian.” Ucapnya.

    Jeff menahan tawa mendengarnya, “Hmmm..” gumamnya mengerti.

    Kwan tersenyum sembari mengelus rambut Jeff.

    Jeff diam sejenak, kedua matanya mulai di genangi air. “Aku tau Sungah mempermasalahkan semuanya karena dia sudah memiliki pria lain…”

    Kwan tertegun mendengar ucapan itu, ia hendak melepaskan pelukannya untuk memandang wajah Jeff, namun pria itu mempertahankan pelukan ke tubuhnya. 

    Jeff mempertahankan wajahnya di dada Kwan, sudut matanya mulai basah. “Aku tidak tau apa yang harus kulakukan, haruskah aku mengakhirinya saja?”

    Kwan menghela nafas dalam, tangannya kembali memeluk Jeff dan mengelus belakang kepala pria itu. “Tidak apa-apa… Jika kau belum ingin mengakhirinya, tidak apa-apa.”

    Jeff memejamkan matanya erat.

    +++

    Kwan menghampiri tempat tidur, hati-hati ia menyibak selimut dan naik ke sisi tempat tidurnya karena Jeff sudah berbaring membelakanginya. Setelah berbaring ia tidak bisa langsung memejamkan matanya, ia melirik ke punggung Jeff dulu. “Jeff..” panggilnya pelan.

    Jeff masih terjaga, matanya memandang kegelapan di depannya

    Kwan tersenyum tipis, “Selamat tidur.” ucapnya dan memejamkan mata.

    “Kwan…” panggil Jeff pelan.

    Kwan membuka mata menatap punggung Jeff, “Kau belum tidur?”

    Jeff diam sejenak, “Maukah kau memelukku?”

    Kwan terdiam mendengar permintaan itu.

    Kedua mata Jeff mulai digenangi air, “Aku mengakhiri hubunganku dan Sungah.” ucapnya berusaha tegar. Tak lama terasa sosok hangat di punggungnya, lalu sepasang tangan memeluknya dari belakang.

    “Jangan khawatir, aku disini..” ucap Kwan menenangkan. 

    Jeff menggenggam tangan Kwan yang memeluknya dan memejamkan matanya erat.

    Setelahnya, seperti berjalan seperti air. Hubungan Jeff dan Kwan semakin dekat.

    Sore itu Jeff duduk di kursi meja belajarnya sembari memetik gitarnya.

    Kwan masuk ke kamar dengan bungkusan di tangannya, bibirnya membentuk senyuman mendengar suara lembut Jeff menyanyikan sesuatu.

    Jeff mengangkat wajah dan tersenyum melihat Kwan, “Kau dari mana?”

    Kwan mengangkat bungkusan di tangannya, “Mencari makanan..” jawabnya, “Kau lapar?” Ia berjalan ke sisi mejanya.

    Jeff meletakkan gitarnya ke tas dan bergerak bangkit menghampiri Kwan, “Apa itu?” Tanyanya ingin tau.

    “Kemarin kau berkata ingin makanan pedas..” jawab Kwan sembari mengeluarkan makanan dari bungkusan.

    Jeff memandang Kwan mendengar ucapan itu, senyuman mengembang di bibirnya. 

    Malamnya.

    Kwan duduk di sebelah Jeff di karpet di depan tempat tidur mereka, pria itu memainkan sebuah lagu untuk tugas akhirnya, bibirnya membentuk senyuman.

    Jeff memperhatikan ekspresi Kwan, “Karena sudah menyiapkan makanan, aku akan menyanyikan lagu yang kau sukai. Katakan… kau ingin mendengar lagu apa?” Tanyanya.

    Kwan berpikir dulu, “Umm.. apa saja. Aku suka mendengar suaramu, aku akan suka apa saja..” jawabnya.

    Jeff diam sejenak mendengar ucapan itu, senyuman mengembang di wajahnya. “Hmm.. aku akan menyanyikan ini…” ia mulai memetik gitar dengan jari-jarinya, “I’m not one to stick around…” ia mulai menyanyikan lirik Stuck With U oleh Ariana Grande ft Justin Bieber.

    Kwan tersenyum lebar mendengar suara lembut Jeff dan mendengarkan dengan seksama.

    “…And there’s nothing I, nothing I I can do. I’m stuck with you, stuck with you…” Jeff menyanyikan bagian itu dengan tatapan ke mata Kwan.

    Kwan menatap mata Jeff dengan binar di matanya.

    Jeff menyelesaikan lagunya, bibirnya tersenyum menatap ekspresi Kwan.

    Kwan bertepuk tangan kecil.

    Jeff menahan tawa, “Kau suka?”

    Kwan mengangguk, “Suaramu benar-benar aset berharga..” pujinya, “Kau pasti akan menjadi penyanyi hebat.”

    Jeff tersenyum lebar mendengarnya.

    “Oh… kau harus menyelesaikan lagumu kan? Aku akan mengerjakan tugasku…” Kwan bergerak bangkit.

    “Kwan…” panggil Jeff.

    Kwan berhenti dan memandang Jeff.

    Jeff menatap Kwan dalam, “Ketika pertunjukkan tugas akhirku, maukah kau menyaksikannya?” Tanyanya.

    Kawn tersenyum mendengar tawaran itu, lalu mengangguk setuju.

    Jeff tersenyum senang.

    Kwan berbalik dan berjalan ke meja belajarnya.

  • The Song I Wrote About You : Part One

    The Song I Wrote About You : Part One

    02 —Why Don’t You Stay?—

    Kwan terbangun dari tidur panjangnya, terasa nyaman hingga ia tidak ingin segera bangun. Setelah beberapa saat ia membuka matanya perlahan. Perlu beberapa detik hingga ia menyadari kepalanya tidak berada di bantal, kedua tangannya memeluk sesuatu yang hangat. Benda dibawah kepalanya bergerak naik turun. Matanya berkedip-kedip dan mendongak ke atas, ia terpaku dirinya tidur di dalam pelukan Jeff. Perlahan ia hendak bangkit, namun kedua tangan pria itu memeluknya semakin erat.

    “Hmm…” gumam Jeff dan membuka matanya perlahan.

    Kwan terpaku merasakan pelukan itu.

    Jeff menyadari Kwan sudah bangun, spontan tangannya menyentuh dahi pria itu dengan punggung tangannya.

    Kwan kebingungan dengan situasi itu.

    “Ahh.. syukurlah panasmu sudah turun.” Ucap Jeff lega.

    Kwan bergerak duduk, merasa canggung sendiri karena posisi mereka. “Ke-kenapa… kau… tidur disini?” Tanyanya.

    Jeff bergerak duduk sembari merenggangkan tubuhnya, “Kau tidak ingat?”

    Kwan terpaku mendengar pertanyaan itu, “Hm?”

    “Semalam kau menangis dan mengigau, karena tidak juga tenang, aku memelukmu dan tidur disisimu.” Jelas Jeff, ia menutup mulut ketika menguap.

    Kwan mengedip-kedipkan matanya bingung, lalu memandang tubuhnya. Ia lebih bingung ia tidak mengenakan pakaian sebelumnya.

    “Kau banyak berkeringat kemarin, jadi aku menggantinya.” Jelas Jeff.

    Kwan tertegun sendiri, tangannya tanpa sadar memegang lehernya canggung.

    Jeff menangkap kemana tangan Kwan berada, “Kau baik-baik saja?”

    Kwan tertegun, “Hm? Oh.. ya… aku…” ia bergegas turun dari tempat tidurnya.

    Jeff menangkap tangan Kwan dan menatap pria itu serius.

    Kwan tertegun menatap Jeff.

    “Kenapa ada memar seperti itu di lehermu?” Tanya Jeff.

    Kwan memalingkan pandangannya, “Oh… aku… mmm… sebelumnya…. Ada kecelakaan kecil saja.”

    Jeff menatap ekspresi Kwan, “Seseorang menyakitimu?”

    Kwan kembali tertegun menatap Jeff.

    Jeff menatap Kwan menunggu jawaban.

    Kwan tersenyum tipis, “Aku baik-baik saja.”

    Jeff diam sejenak, “Kau yakin?”

    Kwan mengangguk membenarkan, “Terima kasih, sudah menjagaku ketika sakit.”

    Jeff tersenyum tipis, “Hmmm…” jawabnya, “Aku akan bersiap ke kampus..” ia turun dari tempat tidur dan berjalan ke lemari bajunya.

    Kwan memandang ke bawah canggung, lalu bergerak bangkit dan masuk ke kamar mandi.

    Jeff melirik Kwan yang menghilang dibalik pintu kamar mandi.

    +++

    “Teman sekamarmu itu bukan anak kecil, kenapa kau sampai membolos kelas seperti itu? Sampai kapan kau akan kekanakan seperti itu.” Omel Sungah saat mereka menghabiskan akhir pekan di sebuah klub.

    Jeff memijat pelipisnya, lalu memandang Sungah. “Dia panas tinggi, tidak mungkin aku meninggalkannya seperti itu.”

    Sungah menghembuskan nafas kesal, “Jika seperti ini terus, kapan kau akan lulus?” Tanyanya, lalu berjalan pergi.

    Jeff menahan jeritan kesalnya di tengah musik yang terputar, ia menghela nafas dalam dan berbalik memperhatikan Sungah kembali ke meja mereka yang sudah di duduki teman-teman mereka dari SMA. Maksudnya teman-teman dekat Sungah dari SMA. Ia mengusap dahinya, lalu berjalan menuju toilet. Ketika memasuki toilet, ia tertegun melihat dua orang pria sedang bercumbu. Ia memalingkan wajahnya, berpura-pura tidak melihat.

    “Hentikan…” terdengar suara pelan dari kedua pria tadi.

    Jeff spontan menoleh mendengar suara itu, ia terpaku menyadari pria yang sedang di cumbui itu adalah Kwan.

    Kwan memalingkan wajah dari pria di depannya, “Kak… hentikan..” pintanya pelan sembari mendorong bahu pria itu.

    Pria yang bersama Kwan menahan belakang kepala pria itu, menciumi lehernya penuh nafsu.

    “Kak…” pinta Kwan lagi.

    Pria tadi berdiri tegap dan memaksa Kwan berlutut, “Kenapa? Kau jadi sangat nakal sekarang!” Ucapnya dan membenamkan wajah pria itu ke selangkangannya.

    Kwan mendorong pria itu dan memalingkan wajahnya, “Kak…” pintanya menahan tangis.

    Pria itu menatap Kwan kesal, tangannya terulur ke wajah pria itu dan mencengkram dagunya. Ia berhenti saat sebuah tangan memegang lengannya.

    Kwan tertegun melihat tangan seseorang di tangan pria itu, lalu mendongak. Ia terpaku menyadari siapa pria itu.

    Jeff menatap Kwan tanpa ekspresi, “Kim Kwan, ayo pulang..” ajaknya. Ia menarik tangan pria itu bangkit.

    “Hei!” Seru pria tadi sembari hendak menahan Kwan.

    Jeff menepis tangan pria itu dan menunjuk wajahnya, “Dia memintamu berhenti!” Tegasnya.

    Pria itu menatap Jeff tak terima, “Pria itu kekasihku!” Serunya.

    Jeff melirik ke belakang, Kwan tersentak kaget saat pria itu berseru, sampai mencengkeram erat lengannya. Ia kembali menatap pria itu marah, “Berhenti! Berarti berhenti!” Tegasnya lagi. Ia berbalik dan merangkul Kwan keluar dari toilet pria.

    “Kim Kwan!!! KWAN!!” Teriak pria itu seperti orang kesetanan.

    Kwan berhenti sebelum keluar dari toilet pria, kedua tangannya gemetaran. Ia menoleh ke arah pria itu.

    Jeff mempererat rangkulan tangannya di bahu Kwan dan memaksa pria itu melangkah bersamanya.

    Kamar Asrama.

    Jeff duduk di pinggir tempat tidurnya memperhatikan Kwan yang berbaring membelakanginya, meskipun begitu ia bisa mendengar suara tangisnya. Ia melirik ke bawah dan mengeluarkan ponsel dari sakunya, nama Sungah muncul disana dengan getaran panjang. Ia diam sejenak, lalu meletakan benda itu ke kasurnya. Ia bangkit dan berjalan pelan ke tempat tidur Kwan. Hati-hati ia berbaring di belakang pria itu dan memeluknya dari belakang.

    Kwan melirik tangan Jeff yang memeluknya.

    “Tidak apa-apa, kau aman disini.” Bisik Jeff, ia menyandarkan dahinya dengan nyaman ke punggung pria itu. 

    Kwan diam sejenak, tangannya perlahan bergerak memegang tangan Jeff yang memeluk tubuhnya.

    Jeff mempererat pelukannya. 

    Kwan memejamkan mata dan kembali menangis.

    Setelahnya.

    Kwan duduk memeluk lutut di sebelah tempat tidurnya, berhadapan dengan Jeff yang duduk bersandar ke tempat tidur pria itu. Kedua matanya masih sembab dengan wajah menghadap ke bawah.

    Jeff menatap Kwan beberapa saat, “Pria tadi kekasihmu?”

    Kwan diam dulu, terlihat ragu menjawab. “Hmmm..” gumamnya pelan.

    Jeff menatap Kwan lekat, “Kau yakin?”

    Kwan memandang Jeff, tidak begitu yakin akan jawabannya sendiri.l

    Jeff menatap Kwan menunggu jawaban.

    Kwan memandang ke bawah, jari-jarinya saling mengait gugup.

    Jeff menghela nafas dalam, lalu memajukan duduknya ke hadapan Kwan. “Kwan…” panggilnya pelan.

    Kedua mata Kwan mulai di penuhi air dan bulir-bulir kembali mengaliri pipinya.

    Jeff memegang dagu Kwan dan mengangkatnya perlahan, menatap kedua mata pria itu lekat. “Kau perlu bantuan?”

    Kwan terisak lagi, “Dia tidak selalu kasar seperti itu.”

    Jeff menghela nafas dalam mendengar ucapan Kwan, kedua tangannya memegang pipi pria itu. “Dia menyakitimu.”

    “Dia… berkata dia mencintaiku…” Kwan menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis tersedu-sedu.

    Jeff menatap Kwan sedih, kedua tangannya menarik pria itu ke pelukannya dan mengelus belakang rambutnya lembut.

    +++

    Kwan merasa jauh lebih nyaman berbaring di dada Jeff, pria itu sampai menyatukan kedua tempat tidur agar bisa berbaring bersama dengan nyaman. Elusan tangan pria itu di belakang kepalanya membuatnya nyaman. “Jeff..”

    “Hm?” Jawab Jeff.

    Kwan mendongak memandang Jeff. 

    Jeff memandang Kwan menunggu jawaban.

    “Terima kasih sudah memelukku seperti ini..” ucap Kwan pelan.

    Jeff tersenyum tipis, “Aku punya adik laki-laki, terkadang setelah mimpi buruk dia baru bisa akan tidur jika di peluk seperti ini.” Jelasnya.

    Kwan tersenyum, “Kau kakak yang baik.” 

    Jeff tersenyum lucu, tangannya yang mengelus belakang kepala Kwan mencubit pipi pria itu gemas. “Sudah merasa lebih baik?”

    Kwan berpikir sejenak, “Sedikit…”

    Jeff mengangguk mengerti, “Jika dia menghubungimu lagi atau memaksamu lagi, segera beritau aku. Kau mengerti?”

    Kwan diam dulu, “Dia hanya menginginkan seks. Setelah dia menemukan orang baru untuk dimanfaatkan, dia akan berhenti.” Ucapnya.

    “Seks bukan sesuatu yang bisa dipaksakan seperti itu.” Ucap Jeff.

    Kwan menahan senyuman kecut, “Orang-orang hanya melihat gay sepertiku sebagai pemuas nafsu mereka kan?”

    Dahi Jeff berkerut tak mengerti, “Jika begitu, kau ingin melakukannya denganku?”

    Kwan tertegun.

    “Lihat…” Jeff melanjutkan, “Seks bukan hal yang bisa kau lakukan karena paksaan.”

    Kwan terdiam menatap Jeff.

    “Gay dan seks itu dua hal yang berbeda.” Ucap Jeff pada Kwan, “Seksualitas dengan orang brengsek yang menginginkan seks itu berbeda. Kau mengerti?’

    Bibir Kwan membentuk senyuman mendengar penjelasan itu, “Kau berbicara seperti mengerti gay itu seperti apa.”

    Jeff menatap Kwan aneh, “Tidak perlu mengerti untuk memahaminya..” ucapnya, “Lagipula, teman baikku seorang gay, aku mengerti banyak hal tentang dunia gay kau tau?”

    Kwan tersenyum lebar mendengarnya, kedua tangannya memeluk tubuh Jeff lebih erat dan memejamkan matanya. “Aku akan tidur seperti ini..”

    Jeff mengelus rambut Kwan, “Tidurlah…”

  • The Song I Wrote About You : Part One

    The Song I Wrote About You : Part One

    01 —Why Don’t You Stay?—

    “Asrama kampus?” Jaeyoung memandang pria di depannya bingung, “Kenapa?”

    Jeff, pria berwajah campuran, menghembuskan nafas panjang sembari memetik gitarnya perlahan. “Aku juga tidak mau… Tapi Sungah terus mengeluh tentang gadis di sebelah kamar studioku.” Jawabnya.

    Jaeyoung mengelus dahi, “Tinggal di apartemenku saja dulu..” ucapnya memberi solusi.

    Jeff menatap pria yang sudah menjadi teman baiknya itu, seperti ide itu bukan hal yang baik.

    Jaeyoung mengerti arti tatapan itu, “Ahh…” ia manggut-manggut sendiri, lalu mengambil gitarnya dari tas gitar.

    Jeff menyisir rambutnya dengan jari, “Memangnya gay itu bisa menular?” Ucapnya sendiri.

    Jaeyoung tersenyum lucu memandang Jeff, “Jika gay itu menular, bukankah kita sudah akan berkencan sejak lama?” Candanya.

    Jeff tertawa mendengar ucapan Jaeyoung, lalu menatap temannya itu. “Siapa yang akan berada diatas? Aku kan?” Tanyanya sembari menunjuk dirinya.

    Jaeyoung menghembuskan nafas panjang, “Tentu saja aku.” Jawabnya, ia mengelus dadanya yang tertutup baju kaus berwarna hitam yang melekat ke otot dadanya.

    Jeff menurunkan gitarnya ke bawah dan melebarkan kedua kakinya, “Kau yakin?” Tanyanya sembari melirik selangkangannya.

    Jaeyoung tertawa sinis dan menurunkan gitar juga dari pangkuannya, “Tentu saja..” ia melirik selangkangannya juga.

    Jeff menatap Jaeyoung tak percaya, “Kau ingin melihatnya langsung?” Satu tangannya hendak membuka resleting celana.

    “Kau juga ingin lihat?” Jaeyoung juga hendak membuka resleting celananya.

    “Jaeyoung! Jeff!!”

    Jeff dan Jaeyoung tertegun mendengar suara menggelegar dari depan, dengan cepat mereka kembali memangku gitar dan berpura-pura menyetelnya.

    Beberapa hari kemudian.

    Jeff berjalan menuju kamar asrama yang akan ia tempati dengan kotak berisi barang-barangnya, punggungnya menyandang tas gitar, matanya melirik Sungah yang membantunya pindahan hari itu. Bibirnya membentuk senyuman lucu, “Sudah lebih tenang sekarang? Sayangku?” Godanya.

    Sungah memandang Jeff, terlihat malu mengakuinya. “Tinggal di asrama juga kan lebih dekat dengan kampus, jadi kau tidak akan terlambat.”

    Jeff manggut-manggut membenarkan, lalu tertawa kecil. “Jangan cemberut terus.. tersenyumlah.” Pintanya.

    Akhirnya Sungah tersenyum, tangannya menarik koper Jeff. “Yang mana kamarmu?” Tanyanya sembari mencari-cari.

    Jeff memperhatikan sekitar, “Itu.. 403.” Jawabnya.

    Sungah menuju pintu kamar yang terbuka itu terlebih dulu, ia mengintip ke dalam dulu.

    Jeff berhenti di belakang Sungah dan ikut mengintip kedalam, “Ada apa?”

    Sungah memandang Jeff, wajahnya terlihat cerah. “Hmmm… aku pikir kamarnya akan kotor dan bau..” 

    Jeff menatap Sungah lucu, “Apa sih..” ucapnya sendiri.

    Sungah menarik koper masuk dan menghampiri sisi tempat tidur yang belum terisi. Jeff mengikutinya di belakang. Ia memperhatikan ke sisi kamar yang lain, tempat tidur yang rapi, buku-buku tertata dan sangat terorganisir. “Wuaah… lihat. Pria yang sangat rapi.”

    Jeff meletakkan kotak barangnya ke meja belajar di sisi tempat tidurnya, juga melepaskan tas gitarnya. “Mungkin karena anak ekonomi?” Komentarnya sendiri.

    Sungah menatap Jeff lucu, “Itu memang kepribadian seseorang..” ledeknya.

    Jeff tertawa kecil, “Aku juga bisa rapi seperti itu, tidak sempat saja..”

    Sungah mencubit pinggang Jeff karena jawaban itu.

    “Aww.. sakit.” Ucap Jeff sembari mengelus pinggangnya.

    Sungah tertawa kecil, “Dimana kau simpan alas kasurmu? Aku akan memasangnya.” Ia membuka kotak di atas meja.

    Jeff tersenyum lebar memperhatikan Sungah, kepalanya menoleh mendengar seseorang masuk.

    Seorang pria berkulit pucat memasuki kamar asrama, ia tertegun melihat ada Jeff dan Sungah disana.

    “Oh… kau teman sekamarku?” Tanya Jeff.

    Sungah menoleh.

    Pria itu membungkuk sopan dan berjalan ke meja belajarnya.

    Jeff tersenyum canggung sendiri dan memandang Sungah.

    Malamnya.

    Jeff yang sedang memetik gitar di atas kasur menoleh melihat teman sekamarnya kembali.

    Pria itu, Kwan, berhenti sejenak menatap Jeff. Ia terlihat sangat canggung. Ia hendak berjalan menuju meja belajarnya, namun ia berhenti. Ia melirik Jeff dan berjalan canggung ke arah pria itu, “H-hai..” sapanya.

    Jeff tersenyum lucu, “Hai…” ia meletakkan gitarnya ke kasur dan bergerak bangkit, ia mengulurkan tangan pada pria itu. “Jeff..”

    Kwan tertegun melirik tangan Jeff, lalu ragu-ragu menyambut uluran tangan itu. “Kim Kwan..” jawabnya.

    Jeff mengangguk mengerti, “Kau jurusan Ekonomi kan?”

    Kwan mengangguk membenarkan, “Ya..”

    “Aku jurusan musik, beritau aku jika aku terlalu ribut ya.” Ucap Jeff memberitau.

    Kwan tersenyum tipis, “Ya…” jawabnya. Ia mengangguk sopan dan berjalan ke mejanya.

    +++

    “Bagaimana teman sekamarmu?” Tanya Jaeyoung setelah bermain basket dengan Jeff, itu adalah kegiatan wajib mereka setiap malam Rabu.

    Jeff menyeka keringatnya dengan handuk kecil, “Dia sangat pendiam, awalnya canggung sekali. Tapi sekarang sudah lebih terbiasa, anaknya tidak bawel dan cukup baik.” Jelasnya.

    Jaeyoung mengangguk mengerti, “Syukurlah..”

    Jeff berpikir sejenak, “Tapi sejujurnya.. aku merasa sedikit terganggu akan sesuatu.”

    Jaeyoung memandang Jeff penasaran, “Apa?’

    Jeff berpikir sejenak, “Anak itu, sepertinya ada sesuatu yang dia sembunyikan.”

    Jaeyoung mengerutkan dahi, “Kalian baru beberapa minggu menjadi teman sekamar, wajar kan?”

    Jeff menghembuskan nafas panjang, “Benar juga..” ucapnya sendiri.

    Beberapa minggu kemudian.

    Jeff menyandang tas gitarnya dan hendak keluar dari kamar saat Kwan yang berjalan dari meja belajar nyaris tumbang dan terduduk di pinggir kasurnya. “Oh! Kau baik-baik saja?” Ia meletakkan tas gitarnya lagi dan menghampiri Kwan.

    Kwan yang berkulit pucat saat itu terlihat seperti mayat hidup, seperti tidak ada darah yang mengalir di wajahnya.

    Jeff memegang bahu Kwan, “Kwan.. kau baik-baik saja?” Tanyanya lagi.

    Kwan menghela nafas dalam dan tersenyum tipis, “Ya, hanya sedikit pusing saja.” Jawabnya.

    Dahi jeff berkerut, tangannya menyentuh dahi Kwan. “Ya tuhan, kau panas sekali.”

    Kwan menyentuh dahinya, keringat terlihat mulai memenuhi wajahnya.

    “Tidak bisa.. berbaring dulu.” Jeff memapah Kwan ke tempat tidur dan membaringkannya ke bantal. Tanganya mengangkat kaki Kwan ke kasur, “Sebentar..” ucapnya, lalu bergegas pergi.

    Di tempat tidur Kwan memperhatikan Jeff pergi, udara panas memenuhi wajahnya dan matanya terpejam.

    Siang itu, Jeff tidak masuk ke kelas karena panas Kwan sangat tinggi. “Aku sudah mengompresnya, tapi panasnya masih tinggi. Bagaimana ini?” Tanyanya di telepon.

    Jaeyoung menghembuskan nafas panjang, “Memangnya aku dokter?” Keluhnya.

    “Coba bantu aku berpikir.. aku benar-benar tidak bisa memikirkan apa pun.” Ucap Jeff frustasi, “Perlukah aku menghubungi ambulance?”

    “Tidak perlu berlebihan.” Jawab Jaeyoung, “Sebentar, aku menghubungi kekasihku dulu. Mungkin dia tau…”

    “Hmmm.. segera kabari aku ya.” Jawab Jeff, lalu menarik ponsel dari telinganya. Ia duduk di kursi meja belajar Kwan, matanya memandang ke kasur.

    Kwan terbaring di tempat tidur, dahinya dikompres dengan handuk basah. Kemejanya yang rapi dibasahi keringat.

    Tring!

    Jeff langsung menatap layar ponselnya, “Kompres, sudah.. Ganti pakaian?” Ia memandang Kwan, “Ahh.. benar.” Ia bergegas bangkit, menghampiri lemari baju Kwan dan membukanya, ia terkejut melihat betapa rapinya pakaian disana. “Wuaah… benar-benar..” ia mengambil satu baju kaus dan celana tidur, lalu kembali ke tempat tidur. “Masih ada orang mengenakan pakaian serapi dia..” komentarnya sembari membuka kancing kemeja Kwan yang paling atas. Ketika membuka kancing kedua ia terpaku melihat sesuatu yang tidak biasa di kulit pucat Kwan. Tangannya melebarkan kemeja bagian atas dan menyadari ada memar di sisi kanan dan kiri leher pria itu yang tertutup kerah kemeja tadi. Dahinya berkerut, lalu melepaskan semua kancing kemeja yang tersisa, ia tidak bisa berkata-kata melihat memar-memar lain di tubuh Kwan. Matanya menatap pria itu tak percaya.

  • Are We? -16-

    Are We216-I’m Your Wonder Woman-

    (lebih…)

  • Are We? -15-

    Are We215-If You Stay-

    (lebih…)

  • Are We? -14-

    Are We2

    14-Save My Love-

    (lebih…)

  • Are We? -13-

    Are We2

    13-Late Night-

    (lebih…)